Penulis, penceramah,
penggubah lagu terkenal AS, Dr. Will Tuttle adalah
penulis dari buku, “Pola Makan untuk Perdamaian Dunia,
Makan demi Kesehatan Spiritual dan Keharmonisan Sosial.”
Beliau menjelaskan
bagaimana kita dapat mengubah keadaan di Bumi ini dengan
kembali sepenuhnya pada sifat kasih yang kita miliki.
Atas upaya penuh
dedikasinya dalam menyebarkan tren vegetarian untuk
menyelamatkan bumi, Dr. Tuttle dihormati dengan
Penghargaan Kepahlawanan Cemerlang Dunia dari Maha Guru
Ching Hai. Kami mempersembahkan dua tulisan dari Dr Will
Tuttle: yang tepat waktu dan memancing pemikiran, yang
dibaca sendiri oleh penulisnya.
“Kebenaran yang
Menyenangkan”
“Victor Hugo dikenal
dengan perkataannya bahwa tidak ada yang lebih kuat
dibanding suatu ide yang waktunya telah tiba.’ Ada
sejumlah kejadian dimana perubahan iklim global mungkin
memberi suatu bencana yang tak terbayangkan bagi umat
manusia dan bagi Bumi pada abad yang akan datang.
Ilmuwan memperkirakan
bahwa jika suhu rata-rata dari Bumi meningkat 6 derajat
Celcius, hal ini bisa berarti kepunahan bagi sebagian
besar spesies termasuk manusia.
Apakah faktor utama di
balik begitu banyak permasalahan kita? Itu adalah
rutinitas pengurungan dan penjagalan jutaan hewan setiap
hari demi makanan. Dan itulah bencananya. Hal itu juga
faktor pendorong utama di balik perubahan iklim global,
penyakit, polusi lingkungan, kekejaman hewan
besar-besaran, dan seluruh permasalahan yang ingin kita
selesaikan. Betapa mudahnya!
Penyebab pemanasan
global yang paling kuat adalah konsumsi daging dan
produk susu, lebih besar daripada semua bentuk
transportasi di seluruh dunia seperti mobil, truk, bus,
kapal, kereta api, dan pesawat. Pengetahuan akan hal ini
sangatlah jelas, dan tambahan lagi, konsumsi daging
memerlukan sejumlah besar bahan bakar minyak yang
langsung memompa karbon dioksida ke atmosfer.
Di Amerika Serikat kita
mengangkut lebih dari tujuh puluh persen jagung, kedelai,
gandum, dan biji-bijian lain untuk hewan, memompa air
untuk mengirigasi pertanian ini, memproduksi jutaan pon
bahan bakar fosil untuk bahan pupuk dan pestisida, serta
menjagal jutaan hewan setiap tahunnya.
Hasil akhir dari semua
ini adalah hanya perlu 2 kalori dari bahan bakar fosil
untuk memproduksi 1 kalori protein dari kedelai, dan 3
kalori untuk gandum dan jagung, tapi dibutuhkan hingga
54 kalori bahan bakar fosil untuk memproduksi 1 kalori
protein dari daging sapi!
Faktor pendorong utama
di balik penebangan hutan adalah pemeliharaan ternak dan
pembersihan lahan untuk menanam kedelai atau biji-bijian
lain untuk memberi makan ayam, babi, dan ikan yang
diternakkan. Inilah penyumbang utama dari pemanasan
global.
Tambahan lagi, 60
persen dari ikan kita sekarang ada karena diternakkan,
menyebabkan polusi air yang berat dan kerusakan genetik
pada populasi ikan liar.
Permintaan tanpa batas
kita untuk ikan yang digunakan untuk makanan dari ikan,
burung, dan mamalia yang diternakkan telah membuat
lautan kita ditepi kepunahan. Sapi perah, sebagai contoh,
mengonsumsi sejumlah besar ikan, ditambahkan untuk
‘memperkaya’ pakan mereka untuk meningkatkan hasil susu
dan lemaknya.
Perlu 3 sampai 5 pon
ikan tangkapan untuk membuat 1 pon salmon yang
diternakkan. Kita mengurangi populasi ikan, penyu,
mamalia laut begitu menyeluruh sampai ubur-ubur sekarang
telah menguasai lautan, dan kapal-kapal penangkap ikan
harus pergi begitu jauh sehingga mereka menggunakan
bahan bakar diesel dalam jumlah tak tergantikan.
Penelitian terbaru yang
diterbitkan dalam jurnal medis terkemuka Lancet
menyimpulkan bahwa satu-satunya cara untuk mengurangi
gas rumah kaca secara efektif adalah dengan mengurangi
konsumsi manusia terhadap makanan hewani. Hal ini
semakin ditegaskan pada beberapa bulan terakhir ketika
wartawan dan para ahli mulai menghubungkan
titik-titiknya bagi masyarakat.
Rajendra Pachauri,
Ketua dari Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim,
beliau sendiri adalah vegetarian dan telah berulang kali
merekomendasikan agar orang-orang mengurangi makan
daging dan produk-produk susu, dan pemerintah daerah
juga sudah mulai mengambil tindakan.
Ghent, Belgia, telah
menunjuk setiap hari Kamis sebagai “Hari Vegan,” dan
Cincinnati baru-baru ini mendorong penduduknya untuk
mengurangi makan daging sebagai bagian dari Prakarsa
Peduli Lingkungan.
Gidon Eshel, seorang
ahli bumi di Universitas Chicago menyimpulkan
berdasarkan penelitiannya tahun 2006 bahwa “Seberapa
dekat pun Anda pada pola makan vegan dan semakin jauh
dari pola makan rata-rata Amerika semakin baik planet
ini.”
Penelitian terbaru juga
mengungkapkan bahwa membeli daging, telur, dan susu
lokal tidak begitu besar dalam dampaknya terhadap jejak
karbon seseorang. Dalam “Mitos Perlokalan,” James
McWilliams menjelaskan bahwa karena transportasi hanya
menyumbang 11% dari jejak karbon makanan keseluruhan,
skala ekonomis dan faktor-faktor lain seringkali
melebihi faktor transportasi.
Tambahan lagi,
penelitian mengungkapkan bahwa dalam banyak kasus, makan
daging, susu, dan telur “organik” tidaklah mengurangi
emisi gas rumah kaca secara berarti, karena ternak bebas
bergerak, misalnya, tidak digemukkan secepat hewan
peternakan, jadi pengurangan jumlah karbon dioksidanya
setara dengan menghilangkan pupuk kimia dan pestisida
sebelumnya hampir dihilangkan oleh faktor-faktor ini.
Menurut penelitian
Universitas Chicago, input berbagai energi dan emisi
ternak yang terlibat dalam produksi daging bagi
rata-rata orang Amerika mengeluarkan ekstra 1,5 ton CO2
ke udara sepanjang satu tahun, yang bisa dihindari
dengan pola makan vegetarian. Pola makan vegan, tanpa
susu atau telur dapat mengurangi jejak gas rumah kaca
lebih lanjut, dan 17 orang vegan makan makanan organik
memiliki jejak karbon setara dengan satu orang yang
makan sesuai Diet Standar Orang Amerika.
Atas upaya mereka,
semakin banyak wartawan pemakan nabati yang bermunculan,
mendorong orang-orang untuk mengurangi daging dan
konsumsi olahan susu untuk menyelamatkan bumi dari
kerusakan iklim. Mari gemakan panggilan mereka!
Keadaannya sudah kritis.
Seperti Institut
Worldwatch menyimpulkan dengan jelas, “Sudah jelas bahwa
selera makan manusia akan daging hewan adalah pendorong
utama di balik setiap kategori utama dari kerusakan
lingkungan yang sekarang mengancam masa depan manusia.”
Al Gore menyebut
pemanasan global sebagai kebenaran yang tidak
menyenangkan karena untuk menyelesaikan itu akan
memerlukan penderitaan dan pengurangan yang merusak
ekonomi serta perubahan gaya hidup kita.
Saat kita melihat lebih
dalam, kita dapat mengerti jika kita mencari solusinya
dengan pengurangan konsumsi serta produksi produk hewani
kita secara dramatis, inilah sebenarnya kebenaran yang
paling menyenangkan.
Seperti PBB dan pihak
lain telah tekankan, kekuatan pendorong utama di balik
kerusakan hutan hujan tropis, dan ekosistem lautan,
diversitas genetik secara langsung terkait dengan
konsumsi makanan hewani.
Tambahkan juga polusi
air dan udara, erosi tanah, dan kelaparan dunia,
termasuk penyakit ganas yang disebabkan oleh konsumsi
produk hewani, seperti obesitas, diabetes, osteoporosis,
kanker, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan dapat
kita lihat bahwa kita berdiri di tepi kesempatan yang
sangat besar.
Menjadi vegan semakin
mudah karena semakin banyak dari kita yang melakukannya,
dan tiada yang lebih penting yang siapa pun bisa lakukan
untuk membantu menyelesaikan pemanasan global dan
masalah-masalah kita lainnya.
Akhirnya, menjadi vegan
adalah hal paling menyenangkan yang bisa kita lakukan.”
Artikel kedua berjudul
“Pada Inti Kita,” dan aslinya diterbitkan oleh majalah
terkemuka VegNews Magazine di AS untuk edisi bulan
September 2008.
“Pada Inti Kita”
“Saya telah menemukan
bahwa kita semua lahir dalam suatu budaya yang memiliki
inti yang tersembunyi. Inti yang saya maksudkan adalah
mentalitas tertentu, yaitu penggerak utama yang tanpa
disadari ada di balik penderitaan yang kita sebabkan
seperti kerusakan lingkungan, peperangan,
ketidaksetaraan, penindasan, penyakit mental dan fisik.
Adalah tabu
mendiskusikan inti yang tersembunyi ini karena itu
dipaksakan pada kita semua oleh setiap institusi dalam
budaya kita, dan karena rasa bersalah yang umumnya kita
rasakan.
Inti ini tidak terlihat
dan meresap ke segala hal, dan secara ritual dimasukkan
ke dalam kita semua melalui pengalaman yang paling dekat,
kuat, dan rutinitas sosial yang mengikat yaitu makanan
kita sehari-hari.
Pada dasarnya, inti
mentalitas yang tersembunyi dari budaya kita adalah
suatu perilaku reduksionisme. Kita semua terus diberi
doktrin untuk menjadikan makhluk hidup menjadi suatu
barang.
Kita diajar secara
paksa untuk melihat dan memperlakukan makhluk tertentu
sebagai objek belaka - komoditas yang secara rutin
dibeli, dijual, dikurung, dipotong, ditusuk, dan dimakan.
Ini juga merupakan
mentalitas pemisahan. Kita melakukan pemisahan makhluk
tertentu dari daerah cinta kasih kita pada setiap
santapan.
Hal ini juga suatu
mentalitas hak istimewa hirarkis dan elitisme, karena
nuansanya menghinggapi dalam setiap santapan dimana
makhluk-makhluk tertentu tidak memiliki tujuan selain
untuk didominasi dan digunakan oleh kita sebagai makhluk
yang lebih berkuasa.
Dan itu adalah suatu
mentalitas pemutusan karena kita diajarkan untuk secara
terus menerus memutuskan kenyataan yang ada di atas
piring kita dari kenyataan yang diperlukan membawanya ke
piring kita.
Dari hal ini, kita
lihat bahwa inti kehidupan dari budaya kita adalah
mentalitas dominansi, eksploitasi, pemangsaan, dan
penindasan dimana kita semua dipaksa untuk ikut serta di
dalamnya dan sesungguhnya menghasut lewat makanan yang
diperintahkan oleh semua institusi budaya kita yaitu
keluarga, sekolah, agama, obat-obatan, ilmu pengetahuan,
pemerintah dan media massa.
Kekuatan besar yang
tersembunyi di balik ketidakmampuan kita memenuhi
potensi kita akan kearifan, damai, kebebasan, kebaikan,
dan kesadaran yang tepat di bawah hidung kita setiap
hari saat sarapan, makan siang, dan malam.
Penyesalan yang kita
rasakan karena dipaksakan sejak bayi oleh budaya kita
untuk menjadi agen kematian dan siksaan pada setiap
santapan membuat itu lebih mudah bagi kita untuk
dikendalikan sambil menghancurkan kesadaran dan
sensitivitas spiritual kita. Hasil alaminya adalah kita
menjadi mati rasa dan tergoda memakannya.
Kebijaksanaan jiwa dan
kasih sayang kita telah dirampok oleh budaya makan kita.
Dibatasi di dalam pemahaman yang saya ucapkan adalah
revolusi sosial hebat dan penuh kebaikan yang dinantikan
oleh budaya kita - revolusi dimana kedamaian, keadilan,
kelangsungan, kepedulian, dan keberlimpahan sebenarnya
mungkin terjadi.
Dibatasi di dalamnya
adalah realisasi bahwa kita secara esensi, bebas, baik,
dan bijaksana. Kita telah didesak, lebih dulu, oleh
budaya kita, lewat makanannya, berpartisipasi dalam
ritual kekejaman dan pemisahan yang mengurangi
kecerdasan kita dimana mereka mereduksi hewan Bumi dan
diri kita sendiri menjadi komoditas belaka dalam sistem
yang tanpa perasaan dan artifisial.
Saat kita menyadari
bahwa kita semua telah diberi pemberian berupa tubuh
dimana tiada nutrisi apa pun yang tidak dapat kita
peroleh dari sumber tanaman, kita bisa menjadi diri kita,
perubahan yang ingin kita lihat di dunia.
Inilah inti dan jiwa
dari revolusi vegan yang penuh kasih, gembira, dan damai
yang memanggil kita semua untuk ikut serta. Tidak ada
tindakan cinta dan kebebasan yang lebih besar daripada
mempertanyakan inti dari kekerasan dan pemisahan yang
tidak dikenali dalam perut dari budaya kita, dan untuk
beralih ke pola makan nabati karena kasih sayang bagi
hewan yang tak terhitung jumlahnya, manusia, dan
generasi masa depan yang terhubung dengan kita.
Semua hidup saling
terhubung, dan saat kita memberkahi yang lain, kita pun
terberkahi. Saat kita mengizinkan yang lain menjadi
bebas dan sehat, kita menjadi bebas dan sehat.
Pertanyakan segala hal
yang dikatakan budaya ini, lepaskan rantai-rantai yang
merusak dan mencuri nyawa ikan, burung, dan mamalia,
serta bergabunglah dengan perayaan vegan! Kita akan
saling mencintai dan dunia ini akan berubah.”
Informasi lebih lanjut
tentang lokakarya Dr. Will Tuttle dan bukunya, “Pola
Makan Damai Dunia: Makan untuk Kesehatan Spiritual dan
Keharmonisan Sosial,” silakan kunjungi
www.willtuttle.com,
www.worldpeacediet.org, atau
www.Amazon.com