Download
Share
Dukungan terhadap pola makan
nabati sebagai solusi bijaksana yang paling ekologis
telah dipelopori oleh berbagai media lingkungan, satwa,
spiritual, dan ilmiah selama bertahun-tahun. Upaya
mereka membuahkan hasil dan ini terbukti dari banyaknya
liputan media akhir-akhir ini yang menyoroti masalah
penting ini.
Melalui jangkauannya yang luas,
berbagai media utama telah melontarkan solusi vegetarian
untuk perubahan iklim sebagai alat yang ada di garis
terdepan untuk membangun kesadaran publik.
Dari
tokoh-tokoh media utama seperti Oprah Winfrey sampai
Larry King sampai Ellen Degeneres, yang menjadi vegan
beberapa bulan yang lalu, jutaan pemirsa di seluruh
dunia yang menyetel acara mereka setiap hari akan
mendengar topik tentang daging dan efek bahayanya
terhadap kesehatan planet dan kesehatan seseorang.
Di
CNN, jaringan pertama di dunia yang menyediakan liputan
berita 24 jam, dengan acara-acara yang tersedia di lebih
dari 212 negara dan wilayah, Larry King memasukkan
sebuah panel para ahli di acara pertunjukannya Larry
King Live untuk menyampaikan bagaimana E.coli yang
ditemukan dalam daging telah mengancam nyawa.
Ia
mengungkapkan banyak anak-anak kecil yang telah
menderita dan meninggal akibat dari memakan daging sapi
yang tercemar E.coli, atau hanya berkontak dengan orang
dewasa yang terinfeksi.
Pada
tahun 2007, seorang wanita berusia 22 tahun menjadi
lumpuh setelah makan sebuah burger yang terkontaminasi
dengan E.coli. Berikut adalah diskusi “Apakah orang
Amerika Seharusnya Membuang Burger?” yang ditayangkan di
CNN dan diterbitkan dalam situs webnya pada tanggal 13
Oktober 2009.
Referensi:
http://www.cnn.com/2009/HEALTH/10/13/lkl.meat.infection/index.html
“Satu orang yang telah mengatakan “tidak” kepada burger
adalah Bill Marler, seorang ahli litigasi penyakit yang
diakibatkan makanan. “Apa yang terjadi di dalam
hamburger adalah bakteri E.coli yang terkandung dalam
usus sapi. Dan selama proses penyembelihan, usus
tersebut ditoreh atau ada material fecal yang
tersembunyi. Ia masuk ke daging merah”, Marler
menjelaskan kepada King.
Bagi
Barbara Kowalcyk, persoalan tersebut sangat serius, ia
adalah direktur dari keamanan pangan di Pusat Riset dan
Pencegahan Penyakit Akibat Makanan. Persoalan ini juga
memberi kesan yang sangat dalam bagi dirinya - anaknya,
Kevin yang berusia 2 tahun, meninggal akibat komplikasi
dikarenakan infeksi E.coli pada tahun 2001.
Kevin “berubah dari seorang anak yang sangat tampan dan
sehat menjadi sekarat dalam 12 hari. Ini tidak dapat
dipercaya,” Kowalcyk memberitahu King. Bagi tamu lainnya,
bahkan janji akan daging sapi yang bebas kontaminasi
tidaklah cukup.
Dr.
Colin Campbell dari Universitas Cornell mendukung pola
makan tanpa daging, Campbell mengatakan ia tumbuh besar
di peternakan susu dan selama kurun waktu yang lama
memegang keyakinan bahwa protein hewani adalah bagian
yang penting dari pola makan yang sehat. Dia mengatakan
hasil dari penelitian bertahun-tahun telah mengubah
pikirannya. Kesimpulan dari studinya: “Semakin kita
mengonsumsi makanan nabati, semakin sehat kita jadinya
dalam segala hal.”
Supreme Master TV: Di Prancis, jurnalis Fabrice
Nicolino menerbitkan buku 400 halaman yang berjudul,
“Industri Daging Mengancam Dunia.” yang dengan penuh
pertimbangan dan hati-hati membuktikan efek merugikan
dari industri peternakan terhadap iklim, kesehatan
manusia, dan keanekaragaman hayati.
Le
Monde adalah surat kabar harian berbahasa Prancis yang
mempunyai rekor dan dihormati secara luas atas
integritas jurnalistiknya. Pada tanggal 13 Oktober 2009,
Hervé Kempf menerbitkan sebuah artikel yang berjudul
“Daging Adalah Pembunuh?” di Le Monde sehubungan dengan
buku Bapak Nicolino yang meyakinkan.
Referensi:
http://www.lemonde.fr/livres/article/2009/10/13/et-si-la-viande-etait-assassine_1253391_3260.html
“Polusi? Karena dilepaskannya nitrogen dalam jumlah
besar, industri peternakan menyebabkan invasi ganggang
hijau di banyak pantai. Produksi kacang kedelai di
Amerika Latin untuk menyediakan pakan bagi ternak telah
menyumbang degradasi savana dan Amazon.
Pembabatan hutan juga secara langsung berhubungan dengan
keinginan untuk mendapat lahan baru bagi hewan ternak di
Brasil. Lebih mengejutkan lagi, pentingnya emisi gas
rumah kaca dari 20 miliar hewan yang kita ternakkan:
menurut laporan FAO, “Peternakan mengeluarkan lebih
banyak emisi gas rumah kaca daripada semua transportasi
global.”
Kesehatan? Penggunaan antibiotik secara besar-besaran
sebagai pemicu pertumbuhan mereka telah meningkatkan
resistensi dari banyak bakteri terhadap antibiotik.
Lebih jauh lagi, semakin jelas bahwa konsumsi daging
yang berlebihan adalah sumber penyakit.
Selain itu, seperti yang dinyatakan oleh laporan dari
Departemen Kesehatan AS “karena peternakan yang
dipelihara di tempat yang padat, mereka memudahkan
transfer dan bercampurnya virus.”
Bisakah sistem ini bertahan dimana peternakan mengambil
sekitar tujuh kalori dari hasil panen untuk memproduksi
satu kalori daging? Tidak, kata si pengarang... Jika
Anda ingin memberi makan sembilan miliar orang pada
tahun 2050, perlu untuk membatasi jumlah hewan yang
diternakkan. Dan... kurangi makan daging.”
Supreme Master TV: Majalah Forbes, sebuah majalah
bisnis AS yang terkenal yang tersedia di seluruh dunia
dan dalam 8 bahasa lokal baru-baru ini menerbitkan
sebuah artikel tentang upaya ramah lingkungan dari
Profesor Patrick O. Brown, PhD., seorang pelopor ahli
biokimia di Universitas Stanford yang bergengsi.
Dr.
Brown telah menjadi vegetarian selama 30 tahun dan vegan
selama 5 tahun, juga menjadi anggota Akademi Sains
Nasional dan seorang penyelidik untuk Institut
Obat-obatan Howard Hughes. Di dalam artikel yang
berjudul, “Buang Burger Itu,” yang diterbitkan dalam
majalah Forbes pada tanggal 30 November 2009, Matthew
Herper menulis:
Referensi:
http://www.forbes.com/forbes/2009/1130/thought-leaders-mcdonalds-global-warming-drop-that-burger.html
“Ia
ingin mengakhiri industri peternakan, atau paling tidak
hal yang menyebabkan kelaparan global karena kita
memelihara sapi, babi, dan ayam. Secara mutlak tidak ada
kemungkinan bahwa 50 tahun dari sistem saat ini akan
beroperasi seperti ia beroperasi saat ini," demikian
kata Brown.
“Satu pendekatannya adalah hanya menunggu, dan apakah
kita akan menghadapinya atau kita akan dipanggang. Saya
ingin mendekati ini sebagai masalah yang bisa
diselesaikan”. Solusinya: “Menghapuskan peternakan hewan
di atas planet Bumi.”
Brown berpikir jika ia bisa meyakinkan pabrik makanan
bahwa biaya menjual daging terlalu tinggi dan meningkat,
maka mereka akan berbalik arah. Tampaknya perubahan
kecil dalam ekonomi dapat membuat industri peternakan
semakin tak terjangkau.
Pada
saat petani di seluruh dunia berdebat apakah mereka
seharusnya kebal dari pajak dan biaya gas rumah kaca;
jika mereka dikenakan pajak maka biaya daging akan naik.
Menaikkan harga air akan mempunyai efek yang sama.
Memerlukan 1.000 liter air untuk menghasilkan satu liter
susu. “Jika Anda adalah produsen
besar makanan saat ini, ini sama sekali tidak
bisa dihindarkan,” demikian katanya. “Anda lebih baik
mulai berpikir ke depan. Anda lebih baik serius mulai
berinvestasi dan mencoba mencari alternatif agar dapat
tetap hidup.”
Supreme Master TV: Tahun ini, peningkatan yang
berarti dalam jumlah buku dan distribusi yang luas telah
diterbitkan yang membahas topik kesehatan, ekonomi,
ekologi, dan etika dari konsumsi daging.
Mereka termasuk: “The Face in
Your Plate,” oleh Dr. Jeffrey Moussaieff Masson, seorang
vegan; dan “The Kind Diet,” oleh artis vegan Alicia
Silverstone. Pengarang terlaris Amerika dan vegetarian
Jonathan Safran Foer juga menulis “Eathing The Animals,”
sebuah karya non-fiksi yang menguak kekejaman di
belakang industri peternakan, yang membuat ia
membesarkan anaknya dengan pola makan nabati.
Buku
ini telah mendapatkan banyak perhatian media dari
televisi sampai media cetak di seluruh negara itu,
dengan isinya yang penuh kebenaran telah disajikan
kepada para penonton agar mereka mencerna sendiri
moralitas dalam mengonsumsi daging hewan.
New Yorker (JSF):
http://www.newyorker.com/arts/critics/books/2009/11/09/091109crbo_books_kolbert
CNN (JSF)
http://www.cnn.com/2009/OPINION/10/30/eating.meat.jonathan.foer/index.html
New York Magazine (JSF):
http://nymag.com/news/intelligencer/encounter/60160
NYT: (JSF)
http://www.nytimes.com/glogin?URI=http://www.nytimes.com/2009/10/11/magazine/11foer-t.html&OQ=_rQ3D3Q26pagewantedQ3D5&OP=74d87b9fQ2F)Q5CQ5EQ2A).cvPQ3Ccc_Q2B)Q2BCCQ5B)Q23C)Q23Q23)zTnTtjQ7CQ5E)Q23Q23wcQ5EQ3CQ20_ap_zq
NYT (JSF):
http://www.nytimes.com/2009/11/15/books/review/Schuessler-t.html
Setelah membaca “Memakan Hewan,” artis terkenal Natalie
Portman, yang telah lama menjadi seorang vegetarian,
menulis pada tanggal 27 Oktober 2009, sebuah artikel
yang berjudul, “Buku Makan Hewan dari Jonathan Safran
Foer Membuat Saya jadi Vegan,” untuk The Huffington
Post, sebuah blog berita yang berpengaruh dan terkenal:
Referensi:
http://www.huffingtonpost.com/natalie-portman/jonathan-safran-foers-iea_b_334407.html
“Kerugian manusia karena peternakan hewan - baik
kesejahteraan para pekerja rumah jagal dan bahkan
efeknya terhadap lingkungan dari produksi masal hewan
ternak sangat mengejutkan. Foer memperinci jumlah yang
banyak sekali dari (kotoran) babi yang dipercikkan ke
udara yang berakibat sumbatan pada penyakit pernafasan
manusia, pengembangan strain bakteri baru karena
penggunaan berlebihan antibiotik kepada hewan yang
diternakkan, dan asal usul dari epidemi flu babi yang
kisahnya telah menarik perhatian seluruh negara, karena
industri peternakan.
Saya
membaca bab (kotoran) hewan dengan suara keras kepada
dua sahabat - satunya dari Iowa yang menderita asma dan
yang lainnya berasal dari North Carolinian yang tidak
bisa makan ikan dari sungai lokalnya karena kotoran
hewan telah dibuang ke dalamnya seperti yang diceritakan
dalam buku tersebut. Mereka tidak pernah benar-benar
berpikir tentang hubungan antara kondisi lingkungan
mereka dengan makanan mereka.
Cerita tentang peternakan hewan yang besar-besaran
mempunyai lebih banyak dampak terhadap mereka ketika
mereka menyadari bahwa ia telah merusak halaman belakang
mereka sendiri. Dan ketika kita menggunakan makanan
untuk menanamkan keyakinan kita kepada anak-anak kita,
bagian yang diangkat oleh Foer, lalu kisah apa yang
ingin kita beritahu kepada anak-anak kita tentang
makanan mereka?’
PEMBAWA ACARA:
Di Majalah New York, Sam Anderson juga menulis bukti
mendorong dari Bapak Foer tentang pola makan vegetarian
di dalam artikelnya yang berjudul, “Lapar? Fakta Terkini
dari Kumpulan Buku-buku tentang Etika Makan Daging Hewan”
yang diterbitkan pada tanggal 1 November 2009.
Referensi:
http://nymag.com/arts/books/reviews/61735
“Gambaran Foer tentang sistem industri peternakan adalah
brutal. Ia melukiskan hewan-hewan seperti mempunyai
genetik yang aneh, beberapa darinya tidak bisa berjalan
atau kawin, hidup dalam kandang kecil di dalam bangsal
tanpa jendela, menderita ritual mutilasi dan
penyembelihan yang kejam (banyak dari mereka berakhir
dengan direbus atau dikuliti hidup-hidup).
Bayi
yang tidak menguntungkan segera dibuang: dibunuh dengan
listrik, dilempar ke dalam pemotong, dipukul dengan
kepala terlebih dahulu ke lantai beton, atau (dalam
kasus anak sapi jantan yang tidak berhubungan) dijual ke
petani daging anak sapi.
Pekerja rumah jagal menjadi gila karena sadisme; danau
menjadi beracun karena kotoran yang meracuni lingkungan.
Tidak ada yang baru, tapi, seperti yang dikatakan oleh
Foer, “kita mempunyai beban dan kesempatan untuk hidup
pada saat kritik tentang industri peternakan merebak ke
dalam kesadaran masyarakat.”
Kekejaman dari sistem ini sepertinya telah mendorong
kebuntuan berabad-abad kita kepada titik ungkit:
Industri peternakan sendiri yang mempunyai perbedaan
pendapat yang paling kuat. Dan itu melampaui semua
kejenakaan. Seperti pemandu Foer di peternakan ayam
kalkun yang memberitahu dia, “Kebenaran begitu kuat
dalam kasus ini, dalam sudut manapun.”
PEMBAWA ACARA:
Sebuah laporan yang baru-baru ini
didanai oleh pemerintah Inggris, yang dihasilkan oleh
jurnal kesehatan terkenal, The Lancet, sekali
lagi mengidentifikasi pengurangan daging sebagai
komponen kunci bagi kesehatan manusia dan kesehatan
lingkungan.
Pada
tanggal 25 November 2009, Kate Devlin menulis laporan
ini di sebuah artikel yang berjudul, “Kurangi Makan
Daging untuk Mengurangi Perubahan Iklim dan
Menyelamatkan Ribuan Jiwa,” yang diterbitkan di surat
kabar harian, The Daily Telegraph, yang merupakan surat
kabar rekor di Inggris yang paling banyak beredar.
Referensi:
http://www.telegraph.co.uk/health/healthnews/6653675/Eat-less-meat-to-reduce-climate-change-and-save-thousands-of-lives.html
“Orang-orang harus kurangi makan daging untuk mengurangi
perubahan iklim dan menyelamatkan ribuan nyawa setiap
tahun, demikian kata laporan yang didanai oleh
Pemerintah. Laporan ini diluncurkan ketika Andy Burnham,
Sekretaris Kesehatan memperingatkan bahwa pemanasan
global merupakan “bahaya sesungguhnya dan sekarang” bagi
kesehatan jutaan orang.
Jumlah hewan yang diternakkan untuk makanan haruslah
dipotong hampir sepertiganya, demikian rekomendasi dari
para ahli. Gerakan ini akan memotong emisi dengan lebih
berarti dan menyelamatkan sekitar 18.000 jiwa setiap
tahun dari penyakit jantung sendiri saja menurut
perkiraan mereka.
Produksi daging diperkirakan menjadi penyebab dari
sekitar 18 persen gas-gas penyebab pemanasan global
akibat aktivitas manusia. Memangkas produksi ayam,
daging sapi, dan babi bahkan bisa menyelamatkan lebih
banyak kehidupan, demikian kata ilmuwan; sedangkan
kematian dari penyakit lain seperti kanker dan diabetes,
termasuk di dalamnya.
Gerakan ini juga dapat menyelamatkan sekitar 200
kematian setiap tahun dari demensia dan kanker payudara.
Bpk. Burnham berkata: “Perubahan iklim terlihat jauh,
tetapi ancamannya yang mempengaruhi kesehatan menjadi
bahaya yang sangat nyata dan sekarang.”
Margaret Chan dari Organisasi Kesehatan Dunia
memperingatkan bahwa “tanpa pengampunan” akan diberikan
jika manusia salah mengatasi perubahan iklim.”
PEMBAWA
ACARA: Terpisah dari aspek kesehatan,
produksi dan konsumsi daging mempunyai banyak pertanyaan
etika. Profesor AS James E. McWilliams dari Universitas
Texas dan anggota studi agrarian di Universitas Yale
yang terkemuka, menyampaikan persoalan ini dalam
artikelnya, “Berkeluh kesah kepada Lingkungan,” yang
diterbitkan pada tanggal 16 November 2009 untuk The
Washington Post, surat kabar terbesar dan paling mapan
di ibukota negara, Washington, D.C.
Referensi:
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/11/15/AR2009111502210.html
“Sekarang, jika seseorang memberitahu Anda bahwa ada
perusahaan tertentu yang mengotori udara, air, dan tanah;
menyebabkan lebih banyak pemanasan global daripada
industri transportasi; mengonsumsi sejumlah besar bahan
bakar fosil; melepaskan penderitaan yang paling kejam
terhadap makhluk hidup yang tak berdosa; gagal mendaur
ulang limbahnya; dan menyumbat urat nadi kita sehingga
menyebabkan kematian, bagaimana reaksi Anda? Apakah Anda
akan berkata, “Hei, itu urusan pribadi.”
Berhenti makan daging adalah melucuti peralatan makan
dunia di bagian dasarnya. Sudah tentu, kita telah
dibanjiri dengan ide-ide: makanan lokal, memberikan
suara dengan garpu Anda, membeli yang organik, mendukung
perdagangan yang adil, dan lain-lain. Tetapi proposal
ini semuanya kurang sesuatu dimana setiap gerakan
lingkungan yang sukses selalu menempatkannya di bagian
inti: pengorbanan yang sejati.
PEMBAWA ACARA:
Dengan kelangsungan planet yang
sedang menjadi taruhan, sekarang kita semakin dekat
dengan pesan jadilah vegetarian sebagai solusi untuk
hidup berkelanjutan dalam melawan perubahan iklim untuk
disebarkan ke seluruh populasi dunia.
Melalui bantuan media utama,
pesan ini dapat mencapai publik dengan cara yang paling
efektif dalam membantu meningkatkan kesadaran dimana
konsumsi daging suatu hari tidak bisa diterima di
masyarakat.
Dengan kemampuannya dalam mengurangi gas rumah kaca
sebanyak 80 persen, mari kita berdoa agar semua pemimpin
dunia di Konferensi Iklim Kopenhagen PBB dengan serius
mengadopsi kebijakan yang berkelanjutan dari pola makan
vegan.
Terima kasih kami dengan penuh hormat, semua jurnalis
dan media atas upaya Anda serta upaya mulia dalam
mengumumkan resmi pesan penting menjadi vegetarian
sebagai kunci untuk keselamatan umat manusia dan planet
bersama kita. |